Senin, 16 Maret 2015

Perasaan Itu


Pukul 15:45, kegelisahan mulai terlihat di wajahku. "15 menit lagi" kataku dalam hati. Setelah salat ashar, aku mulai gelisah menunggu hasil SNMPTN yang resmi diumumkan pada pukul 16:00 wib. Namaku Sari, umurku 18 tahun. Masih dengan perasaan gelisah, ku mainkan hp dengan perasaan yang tak bisa digambarkan.
www.pengumuman.snmptn.ac.id ku buka situs itu… lumayan lama untuk dapat melihat hasilnya. Setelah berhasil masuk, ku ketik no peserta dan tanggal lahirku… Aku berlari menghampiri mamaku dan membacakan tulisan berwarna hitam dengan background hijau yang bertuliskan SELAMAT ANDA LULUS SELEKSI SNMPTN DI UNIVERSITAS… Rasa gelisah itu pecah menjadi rasa bahagia. Ku peluk mama dan ku hubungi papa serta kakaku yang ada di luar kota. Terdengar ucapan syukur dari dalam telepon.
Aku berjalan bersama teman-teman yang lain saat itu aku diantar oleh orangtua dan 2 saudaraku. Ada perasaan takut saat pertama menjadi seorang mahasiswa (baru).
Yappss… sudah tradisi setiap tahunnya diadakan masa bimbingan bagi MABA (mahasiswa baru) yang harus mengikuti aturan yang senior buat… kontrak ini kontrak itu… begini salah begitu juga salah… "hufttt" desahku sambil menghempaskan badan di tempat tidur.

Keesokan harinya aku dan teman-teman baruku berkumpul kemudian jalan bersama menuju kampus. Sesampainya di kampus, kami disambut oleh beberapa senior dengan jas alma dan tanda pengenal mereka sebagai kakak panitia yang akan membantu kami melewati masa bimbingan ini. Tapi dia, dia selalu tersenyum dan ramah pada kami. "Dia senior, dia juga panitia tapi dia terlihat sangat ramah tidak seperti yang lain" kataku dalam hati sambil melihat senior yang lain.
Selama masa bimbingan, aku selalu memperhatikan dia. Aku tahu namanya, tapi aku tak mau menyebutkannya.. Entah mengapa aku merasa senang jika melihat dia. Dia baik aktif dll lah pokoknya. Setiap hari aku berharap bisa melihat dia di kampus. Aku seperti mendapat semangat setelah melihatnya.
Hari-hariku mulai padat dengan jadwal kuliah, tapi di sela-sela kepadatan itu aku masih sempat mencari dia hanya sekedar melihatnya saja untuk menambah semangat kuliahku. "itu dia, kakak itu" kataku dalam hati sambil tersenyum melihatnya sedang membaca buku.
Minggu demi minggu berlalu, masa bimbingan akhirnya selesai. Namun status MABA akan tetap tersemat di kepala kami sampai datang generasi berikutnya.
"hemm… kata dokter depan kostku, MABA ada di kasta paling bawah dalam dunia kemahasiswaan" celoteku pada Dina sahabat baruku.
"bener Sar, bener-bener nasib maba itu…" kemudian Dina menghampiriku dan bertanya "Sar, siapa senior yang kamu suka? Kemarin kamu belum selesai cerita" goda Dina padaku.
"kamu mau tau apa mau tau banget Din?" tanyaku.. Membuat Dina lebih merayuku lagi untuk cerita padanya. Setelah melalui kesepakatan, aku pun menceritakan senior yang aku suka. Dina hanya manggut-manggut mendengar ceritaku.

Aku sedang berjalan bersama Dina, tiba-tiba dia lewat di hadapan kami dengan senyum khasnya. Sontak hati ini langsung berdebar, aku langsung menunduk tak bisa melihatnya. Dina malah berisik dengan menarik-narik tanganku dan berusaha agar aku jalan bersamanya. Tapi aku tak bisa dan gak mau (poor Dina). Kami sampai di kostku, aku masih memikirkan kejadian tadi. Aku pun membuka sesi curhat pada Dina.
"Din, aku bingung.."ucapku datar.
"bingung kenapa Sar?" tanya Dina penasaran sembari duduk di hadapanku dan siap mendengarkan ceritaku.
"apa aku suka sama kakak itu? Apa cuma kagum?" tanyaku. Belum sempat Dina menjawab.
"setiap kali aku ngeliat kakak itu perasaanku jadi aneh, kalau kakak itu liatin aku aku gak bisa liat dia.. aku selalu buang muka karena aku takut.. hmm" lanjutku.
"takut suka sama kakak itu Sar?" sambar Dina.
"huft" aku tak menjawab pertanyaan Dina, aku langsung mengambil buku dan mulai mengerjakan tugas.

Aku selalu memikirkan dia.. aku bingung dengan diriku sendiri. "fokus Sar fokus" kataku pada diriku sendiri. "dia itu senior, baik, terkenal, gak mungkin kamu suka sama dia.. apalagi kalau berharap dia suka sama kamu Sar" pikiranku mulai menasihati hatiku yang sulit mengatur perasaan. "itu hanya rasa kagum Sar" Perdebatan dalam hati tak bisa dielakkan. "okey.. Sari mulai sekarang lupakan dia lupakan".
Hari ini aku membaca sebuah artikel, artikel yang membuat aku semakin resah dengan perasaan ini… artikel tentang mencintai karena Allah… Aku semakin galau dengan semuanya… Tapi aku semakin yakin kalau tulang rusuk tak akan pernah tertukar. Aku tak mau terbawa nafsu semata yang menyukai seseorang karena rasa kagum. Ya.. aku meyakinkan diriku kalau perasaan yang selama ini ada untuk dia hanya sebatas rasa kagum.
Mulai saat itu aku sedikit menghindar darinya, dia yang menjadi semangat di awal-awal aku masuk dalam dunia mahasiswa. Aku pura-pura tak melihatnya, walau aku tahu hati tak bisa berbohong saat kehadirannya. Tapi aku takut, takut jika mengakui kehadirannya. Takut perasaan ini semakin dalam, aku takut dengan kenyataan bila dia tahu aku menyukainya dan aku takut kalau perasaan ini hanya nafsu akan kekagumanku padanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar