Senin, 16 Maret 2015

Tak Seperti yang Kau Lihat


Pagi yang elok, dimana suara adzan yang terdengar merdu dari surau yang hanya 300 meter dari belakang rumahku. "duh malas banget nih, udah hari senin lagi aja" kataku dalam hati. Terkadang aku berfikir, mengapa orang-orang membenci hari senin? Mengapa harus senin? Bila hari pertama masuk sekolah/bekerja itu selasa, akankah orang-orang membenci hari selasa? Aneh memang.
"Buu.. bangun sudah subuh, nanti sunnahnya kelewat loh" itulah kegiatan rutinitasku, kadang aku membangunkan ibu kadang ibu yang membangunkanku berkali-kali, dengan alasan sunnah subuhnya nanti terlewat. "iya sabar sayang, hoaam.. sudah kamu ambil wudhu aja, lalu mandi" balas Ibu sambil menguap.
"Males banget sih mandi, dingin.. masih ngantuk juga, nanti kepalanya pusing di sekolah aja" Keluhku. Lalu aku berfikir lagi, anak sekolah di Jakarta sepertiku dituntut untuk masuk sekolah jam setengah 7 pagi. Lalu sekolah dengan membawa tas yang luar biasa beratnya. Bagiku mempelajari 17 mata pelajaran berbeda itu sudah membuatku muak. Ditambah lagi guru-guru yang hanya menuntut untuk selalu mengerti dengan pelajaran yang mereka ajar.

"Mbaaa, ayo sarapan dulu.. nanti kesiangan loh, kan biasanya macet jalanan di Jakarta" Teriak Ayahku. Aku sering befikir, entah mengapa petinggi-petinggi negara menyuruh siswa-siswi jakarta masuk lebih pagi dari biasanya. Ya memang dengan alasan mengurai kemacetan, tapi mereka tidak menggunakan logika mereka dengan baik. Bagaimana yang rumahnya sangat jauh? Bagaimana dengan yang menumpang di angkutan umum? Hanya mereka dan Tuhan lah yang mengerti.
"Mba, mau bawa bekal? Ini ibu kebetulan masak tempe sama ikan teri dicabein, mungkin 5 menit lagi rampung, sabar yaa.." kata Ibu. "Masak teri? Asiiikk, bawain aja Bu, lagi enak tuh masaknya.." sontak Aku dengan semangat. Dari situlah aku mulai berfikir lagi kenapa Ibu menyuruhku untuk membawa bekal dari rumah, ketimbang harus membeli jajanan di sekolah yang tidak jelas berasal dari mana alat dan bahan masaknya.
"Aku tuh suka kasihan loh bu sama anak yang jajan di kantin" kataku.
"loh, memang kenapa? Kantinnya jajanannya mahal?" tanya Ibu. "Yaa bukannya mahal sih bu, cuma kasian aja kalau kehabisan, terus ngantri, apalagi yang udah nunggu lama ehh bel masuk, hahaa lucu deh kalau liat paniknya" balas aku.
"Memangnya harga kisaran di kantin berapaan mba? Di sekolah aku aja paling mahal paling goceng itu pun yang makan cuma orang berduit sama guru" Balas adikku yang tiba-tiba ingin bergabung dengan pembicaraan kami.
"Yaa.. rata-rata sih 7000an, cuman ya makanannya gitu-gitu doang, bosan. Aku sih pengennya jam makannya diatur, jam 9 untuk snack time terus jam 12nya buat makan siangnya, jadi sehat deh" kataku.
"Lah susah ngurusin segitu banyak orang kaleee… hahhaa" adikku tertawa, lalu dia menambah lagi "mendingan ngurusin diri sendiri dulu aja deh, diatur aja waktu jam makannya, memang istirahat kedua itu berapa jam mba?"
"Boro-boro berapa jam dek, 45 menit doang. 30 menit untuk solat dan ceramah, lalu belum guru yang suka korupsi waktu, ribet deh ngatur waktunya. Derita anak SMA gitu dek, masyaAllah istirahat mah maunya sih tidur biar otak bisa fresh tapi susah. Kadang guru maunya selesai istirahat tugas dikumpul, padahal kan istirahat ya istirahat aja bukan ngerjain tugas" balasku dengan panjang lebar, yaa memang inilah timing yang pas untuk aku dan keluarga sharing, ketika sarapan aku sering ngobrol tentang suka maupun duka ku.
"Eh udah jam segini belum berangkat, aku berangkat dulu ya bu" kataku sambil cium tangan meminta doa tak lupa ibu memberi uang saku, uang saku yang orangtua ku kasih memang terbilang cukup banyak. Mereka memberi ku dengan alasan untuk membeli peralatan atau buku sekolah. Atau yang lebih tepatnya, untuk mencetak tugas-tugas yang dikerjakan dari komputer. Ya, diketik lalu diprint.

Perjalanan dari rumah sampai ke sekolah hanya 30 menit bila lancar, kalau macet terkadang 40 menit. Sepanjang perjalanan aku hanya mendengar lagu dari MP3.
"Mba, lihat deh anak itu belajar sembari ayahnya nganterin" ucap ayahku sambil menunjuk seorang anak yang membaca buku pelajaran. "Oh itu, percaya sama aku ayah, pasti gak masuk ke otak tuh pelajarannya.. mungkin dia nggak sempet belajar di rumah, ingin dibilang rajin kali yah" celetuk-ku pada Ayah. Aku memang berfikir lagi dan lagi mengapa anak-anak itu belajar dalam perjalanannya menuju sekolah, mungkin tak sempat belajar di rumah atau ingin dibilang anak yang rajin oleh sebagian orang yang melihatnya. Entahlah.
"Pak! Bannya gembes tuh!" teriak seseorang yang tak Ayah dan Aku kenal.
"Waduh! Gimana nih bisa telat kamu mba! Naik ojeg aja disana jangan naik angkot nanti telat, uangnya masih ada kan?" Keluh Ayahku. "Pecah terus bannya deh! Sebel sama motor yang ini, bannya aneh, mungkin udah nggak kuat nopang Aku kali yah" ban motor ayah memang sering pecah seperti ini, bukan tanpa alasan. Memang banyak ranjau di jalan yang sengaja ditebarkan, ulah jahil tangan manusia.
"Ya sudah Aku berangkat naik angkot aja deh yah, mumpung angkot nya udah mau jalan yang disana, Ayah hati-hati yaaa dadaah" aku bergegas pergi setelah mencium tangan Ayah. Kasihan Ayah harus mendorong motornya ke tempat bengkel terdekat. Lalu Aku mulai berfikir lagi, bila nanti aku tak ada Ayah bagaimana Aku bisa hidup seperti sekarang.

"Alhamdulillah sampai juga" kataku dalam hati. "Lah kok sendiri aja, Ayahnya yang nganterin kemana neng?" tanya pak abdi satpam sekolah yang baik, selalu menyapaku.
Aku sering berfikir orang yang paling berjasa di sekolah itu ya seperti ia dan teman-temannya, membersihkan sekolah. Tapi sayang dianggap sebagai pesuruh dan kadang ada yang meremehkannya karena status tersebut. "oh iya, tadi ban motor Ayah bocor pak jadi naik angkot lagi deh, udah ke 5 kalinya nih ya hehe" jawabku sambil tersenyum dan berjalan menuju ke kelas.

Sesampainya di kelas ada yang tidur-tiduran, ada yang asik main handphone, ada yang lagi sibuknya mengerjakan tugas.
"Eh cuy, udah ngerjain pr belom?" tanya ku pada teman sebangku. "PR? ya Allah hari gini mau ulangan masih aja ada pr, nggak ngerti apa gue udah pusing banget belajar. Nih ya bayangin aja kita belajar 8 setengah jam. Terus kita juga les/bimbel. Istirahat nggak cukup. Guru tuh kadang suka nggak ngerti deh!" gumam teman ku yang biasa kupanggil Lia.
"Jangan mengeluh terus dong, tapi ada benernya juga sih, kasihan otak kita yang sebelah nggak diseimbangin, coba aja kita belajar seni ya. Entah seni musik atau seni tari, apa aja deh. Tapi kita justru malah belajar seni arsitektur ya sama aja bohong, secara logika sih begitu" tambahku dengan membenarkan alibi dari Lia.
"Teeeeeeeettt…"
Bel berbunyi menandakan kita harus tadarus. Ya itulah kegiatan rutinku sebelum belajar, katanya sih untuk mengusir setan yang ada di tubuh dan di ruang kelas dan bertujuan agar pelajaran yang kita pelajari masuk ke otak. Semoga saja itu benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar